Oleh Muhammad Faqihna Fiddin
Ada hal-hal dalam hidup yang nggak bisa kita genggam selamanya, meskipun sekuat apa pun kita mencoba. Kadang kita terlalu keras mempertahankan sesuatu—orang, mimpi, atau bahkan kenangan—padahal hati kita sendiri sudah lelah.
Lucunya, kita sering ngotot. Kita pikir, kalau kita terus berusaha, semuanya akan kembali seperti semula. Kita lupa, ada hal-hal yang memang ditakdirkan untuk pergi, bukan untuk tinggal. Dan di situlah seni merelakan diuji.
Merelakan itu nggak gampang. Siapa sih yang nggak pengin semua sesuai dengan keinginan kita? Kita pengin hubungan yang kita perjuangkan tetap utuh, kita pengin mimpi yang kita bangun bertahun-tahun akhirnya terwujud, kita pengin semua baik-baik saja. Tapi kenyataan sering bikin kita harus berhadapan dengan kata “tidak.”
Kadang, kita nggak marah sama orang lain, tapi sama diri sendiri. “Kenapa aku nggak cukup baik?” atau “Kenapa harus aku yang kehilangan?” Padahal, bukan berarti kita nggak cukup. Hanya saja, jalan hidup ini punya arah lain yang mungkin belum kita mengerti sekarang.
Merelakan bukan berarti kita kalah. Justru, merelakan itu tanda bahwa kita cukup kuat untuk percaya bahwa hidup nggak berhenti di satu titik saja. Kita sedang memberi ruang buat diri sendiri untuk tumbuh, dan membuka jalan untuk hal-hal baru yang mungkin lebih baik.
Pernah nggak, setelah kita kehilangan sesuatu yang kita anggap penting banget, ternyata beberapa waktu kemudian kita sadar, “oh, ternyata aku bisa bahagia tanpa itu”? Itu bukan karena yang hilang nggak penting, tapi karena kita belajar menerima.
Yang sering bikin berat bukan hilangnya sesuatu, tapi keengganan kita untuk melepaskan. Kita menggenggam terlalu erat, sampai lupa bahwa tangan yang terus mengepal nggak bisa menerima apa-apa yang baru.
Merelakan artinya percaya. Percaya bahwa ada alasan kenapa hal itu pergi, percaya bahwa ada rencana yang lebih indah meski kita belum bisa melihatnya sekarang. Dan di tengah semua luka itu, kita menemukan kekuatan yang sebelumnya nggak pernah kita sadari.
Jadi, kalau hari ini kita masih berjuang untuk merelakan sesuatu, mari ingat: nggak apa-apa kalau sakit. Nggak apa-apa kalau butuh waktu. Merelakan itu proses, bukan perlombaan. Pelan-pelan saja, sampai hati kita benar-benar ikhlas. Karena pada akhirnya, merelakan bukan tentang kehilangan, tapi tentang menemukan kembali diri kita sendiri.
Leave a Reply
View Comments