Gambar: Generus

Semburat Jingga

Oleh Zea Azzahira Alkayyisa Bahri

Sempat membiru bagai langit yang sedang kelabu, menangis tersedu di tengah senyap yang menderu, musim semi ku yang gugur. kerap menyalahkan diri atas kisah yang dipaksa berakhir, namun bagaimana jika semesta lah yang bertindak atas takdir.

Pedih yang tak bersuara hingga tangisan yang berkecamuk bak badai, hingga pada suatu tempo yang tak pernah terpintas, tuhan memberi kasihnya, tidak pelan dan tidak pasti, semburat jingga-ku.

Hikayatku yang kembali merona, si merah jambu yang menghampiri sang biru. Biru-ku yang tak setampan langit, namun seindah samudra.

Si merah jambu yang terbuai oleh sejuknya sang biru, kembali bersemi, dentuman jantung yang sudah lama tidak berdetak se keras itu, melukis senyuman manis di setiap lembaran yang diukir biru.

Semburat jingga, yang kurindukan samudra berdesir lirih kepada si merah jambu, sang biru juga memiliki luka, obatilah, hingga tempo yang cukup, seumpama semesta merangkai takdirnya, pandanglah jingga yang merona di langit yang biru, itu adalah hikayat yang dilukis dan diukir oleh kedua warna yang sempat kelabu, seelok itu.