Rasa. Ilustrasi: Canva.com

Rasa

Rasa

Bukan sekadar getaran di lidah,

Bukan hanya pedas, manis, asin, atau pahit.

Ia lebih dalam dari itu—

Lebih dari apa yang bisa kau cecap,

Lebih dari apa yang bisa kau lukis dengan kata.

Rasa

Adalah ketika jantungmu berdetak sedikit lebih cepat saat namanya disebut,

Adalah senyum kecil yang tiba-tiba muncul saat mengingat tawa yang sudah lama hilang,

Adalah sesak di dada yang tak tahu harus diurai dengan air mata atau tawa pura-pura.

Rasa

Adalah ketika kau diam, tapi hatimu berteriak,

Ketika kau tertawa, tapi jiwamu remuk,

Ketika kau ingin pergi, tapi tetap tinggal karena tak sanggup kehilangan.

Ia hadir di setiap pagi yang kamu awali dengan harapan,

Di setiap malam yang kamu akhiri dengan penyesalan.

Ia hidup dalam pesan yang tak pernah terkirim,

Dan dalam pelukan yang cuma terjadi di imajinasi.

Rasa

Menjadikan manusia, manusia.

Bukan karena logika yang tajam,

Tapi karena hatinya yang tak pernah benar-benar kebal terhadap kehilangan, kerinduan, dan keinginan.

Ia yang membuat seseorang menunggu dalam diam,

Memperjuangkan tanpa diketahui,

Dan mencintai tanpa harus memiliki.

Dalam kehidupan sehari-hari

Rasa adalah napas yang tak terlihat tapi dirasa.

Ia hadir di antara tumpukan tugas dan lelah yang tak selesai,

Di sela obrolan ringan yang tiba-tiba menghangatkan,

Di senyum ibu yang tak pernah menuntut balas,

Dan di genggaman tangan teman yang tak berkata banyak tapi cukup membuatmu bertahan.

Jadi jika kau bertanya,

Apa itu rasa?

Ia adalah segalanya yang tak tampak,

Tapi membuat hidup ini layak untuk dijalani.