Generus Indonesia
Generasi Gelisah Kerap Terjebak di Tengah Standar Hidup Tinggi dan Media Sosial . Gambar: Generus

Generasi Gelisah Kerap Terjebak di Tengah Standar Hidup Tinggi dan Media Sosial

Oleh Nabila Kartika Luthfa

Halo Sobat Generus! Pernah enggak sih lagi scroll Instagram atau TikTok, terus tiba-tiba merasa hidup orang lain kok enak banget? Jalan-jalan ke luar negeri, sukses di usia muda, sementara kita buat jajan aja mikir. Rasanya kayak, “Kok bisa ya aku merasa capek banget hidup, padahal di medsos orang gampang banget?”

Terus, pas lagi stres berat, pikiran-pikiran kayak, “Duh, harga naik semua, belum dapet kerja, orang tua juga udah minta kiriman,” semua makin bikin pusing. Kadang, kita cuma bisa bilang, “Wajar lah enggak bisa fokus, lagi kena mental nih.”

Rasanya percakapan kayak gini sekarang jadi hal biasa, terutama buat Milenial dan Gen Z. Kita hidup di era serba digital yang kayak pedang bermata dua: penuh kemudahan, tapi juga bikin stres. Standar hidup makin tinggi, ekonomi enggak stabil, dan media sosial membuat kita merasa harus selalu produktif. Enggak heran kalau kesehatan mental jadi topik yang ramai banget diomongin.

Istilah “generasi gelisah” muncul buat menggambarkan kita, anak muda yang hidup di tengah percepatan teknologi dan tekanan ekonomi. Kita sering merasa cemas, tertekan, dan merasa harus terus sibuk, padahal badan dan pikiran sudah teriak minta istirahat. Kita terus-terusan membandingkan diri dengan orang lain yang terlihat lebih “sukses” di media sosial.

Kita sering banget dihadapkan pada ekspektasi yang tinggi, baik dari diri sendiri maupun dari lingkungan. Ditambah lagi, tekanan di sekolah atau kampus, persaingan kerja yang ketat, dan tuntutan untuk selalu produktif bahkan tuntutan dari keluarga yang membuat kita gampang stres.

Beda banget sama orang tua kita dari generasi Baby Boomers atau Gen X yang tantangannya beda. Seringkali, mereka enggak bisa memahami kenapa kita gampang stres. Mereka mungkin menganggap kita kurang tangguh, padahal masalah yang kita hadapi berbeda. Tapi, perbedaan ini sebenarnya bisa jadi kesempatan buat kolaborasi. Mereka punya pengalaman berharga, sementara kita punya pandangan dan alat baru. Dengan saling terbuka, kita bisa belajar dan menciptakan ruang yang aman buat curhat, tanpa harus merasa dihakimi.

Sebelum perasaan ini berlarut coba ambil jeda untuk dirimu ya. Penting punya self awareness, pahami setiap apa yang sedang kita pikirkan, apa yang sedang kita rasakan dan sadari penuh apa yang sedang kita lakukan. Dengan lebih mengerti diri sendiri, kita kan lebih tau kapan kita harus berhenti, kapan kita butuh istirahat sebentar dan kapan kita harus terus jalan.

Lingkungan juga bisa membantu kalian lo! Lingkungan yang supportive, saling mendukung itu penting untuk keluar dari lingkaran generasi gelisah itu. Cari komunitas yang positif, buat keluargamu menjadi tempat cerita dan pulang. Jangan menghadapi dunia ini sendirian, lihatlah kebelakang, lihatlah disamping kalian, ada keluarga, bahkan teman yang siap jalan bersama.

Tetapi ketika semua terasa sangat berat, terasa ingin menyerah terhadap kehidupan ini. Jangan ragu untuk konsultasi ke profesional ya. Konsultasi ke psikolog atau psikiater bukan hal yang tabu zaman sekarang ini. Tidak ada yang salah ketika kita butuh bantuan orang lain, karena mereka akan membantu kalian dengan diagnosis dan terapi yang tepat.

Semangat ya! Setiap masalah pasti ada solusinya asal kalian tidak pernah menyerah!