Gen Z terjebak dalam Latte factor. Gambar: Generus

Fenomena Latte Factor, Pengeluaran Receh yang Diam-Diam Bikin Bokek

Oleh Sabila Esfandiar

Buat kalian yang udah kerja, pernah nggak sih ngalamin gaji baru masuk, eh tahu-tahu dompet langsung kering? Padahal tanggal masih muda, dan akhir bulan masih jauuuh—sejauh hubungan kamu dengan gebetan yang cuma sebatas lihat story? Kalau pernah ngalamin kayak gitu, mungkin kamu sedang terjebak dalam yang namanya latte factor.

Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh David Bach, pakar keuangan asal Amerika Serikat. Latte factor merujuk pada pengeluaran kecil yang dilakukan secara rutin—kayak beli kopi kekinian, jajan ringan, atau langganan aplikasi hiburan—yang kelihatannya sepele, tapi kalau ditotal sebulan-dua bulan, bisa bikin keuangan bocor halus.

Nah, Generasi Z (Gen Z), yang lahir antara 1997–2012 jadi kelompok paling rentan terjebak di fenomena ini. Dengan ponsel pintar di tangan dan akses dompet digital serta layanan pesan antar yang supermudah, mereka jadi gampang mengeluarkan uang buat hal-hal kecil yang nggak terlalu penting, tapi sering banget dilakukan.

Selain karena kemudahan akses, gaya hidup zaman sekarang juga memperparah situasi. Salah satunya: susahnya nyisihin uang buat investasi. Penyebab utamanya? Budaya YOLO (you only live once), alias “hidup cuma sekali, nikmati aja sekarang, besok urusan belakangan.” Uang hasil kerja pun banyak dialokasikan ke hal konsumtif, pakai alasan self-reward—jalan-jalan, beli barang branded, ganti gadget, dan sejenisnya.

Belum lagi efek FOMO (fear of missing out)—takut ketinggalan tren. Lihat tanggal cantik dikit, langsung lapar diskon. Lihat influencer idola endorse lipstik baru, langsung pengen beli biar kelihatan up-to-date. Seringkali, semua dilakukan tanpa pikir panjang: ini beneran kebutuhan atau cuma keinginan sesaat?

Dan yang bahaya, pengeluaran kayak gini sering dianggap remeh. Ngopi Rp20 ribu per hari? Ah, kecil. Tapi kalau tiap hari? Sebulan bisa habis Rp600 ribu. Setahun? Udah Rp7,2 juta. Itu baru kopi. Belum langganan Spotify, Netflix, YouTube, dan teman-temannya. Kebiasaan kecil, tapi efeknya gede.

Dalam Islam Nikmati Hidup, Tapi Jangan Lupa Batas

Dalam Islam, kebiasaan kayak latte factor ini bisa masuk kategori israf—alias boros. Menikmati hidup itu boleh, tapi Islam ngajarin kita buat seimbang antara kebutuhan, keinginan, dan tanggung jawab terhadap harta.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara setan. Dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

(QS. Al-Isra: 27)

Ayat ini cukup jelas boros itu nggak keren. Dan kalau kebiasaan latte factor ini terus berlanjut tanpa dievaluasi, ya bisa-bisa kita masuk golongan yang dicela dalam ayat tadi.

Rasulullah SAW juga bersabda:

“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang hartanya: dari mana ia peroleh dan untuk apa ia belanjakan.”

(HR. Tirmidzi)

Artinya, bahkan belanja kecil-kecil pun ada pertanggungjawabannya. Termasuk jajan kopi, beli skin game, atau langganan aplikasi.

Dalam hadits lain juga disebutkan:

“Sungguh beruntung orang yang bekerja keras (mujhid) dan hidup sederhana (muzhid).”

(HR. Ahmad)

Biar Nggak Kejebak Latte Factor, Coba Lakuin Ini:

1. Catat Semua Pengeluaran

Langkah pertama: sadar. Mulai dari yang paling kecil. Catat semuanya, bisa pakai aplikasi, spreadsheet, atau buku catatan. Lihat lagi di akhir bulan: mana yang perlu, mana yang bisa dikurangin.

2. Coba Pola 40–30–15–15

Buat yang bingung cara ngatur duit, ini bisa dicoba:

  • 40% buat kebutuhan pokok (makan, transport, tempat tinggal)
  • 30% buat gaya hidup (hiburan, ngopi, nonton)
  • 15% buat tabungan atau investasi
  • 15% buat infaq dan sedekah

3. Tantangan Finansial

Bikin tantangan ke diri sendiri, misalnya: 30 hari nggak beli kopi di luar. Atau setiap kali pengen jajan, alihin Rp20.000 ke tabungan. Biar ngirit tapi tetap seru.

4. Cari Alternatif yang Lebih Murah

Nggak harus ngafe tiap hari. Kopi instan atau seduh sendiri bisa jadi solusi. Lagu dan video juga bisa dinikmati dari versi gratis. Makan? Coba bawa bekal sendiri.

5. Mulai Investasi Syariah

Nggak perlu nunggu kaya dulu. Sekarang banyak banget platform reksa dana atau saham syariah yang bisa mulai dari Rp10 ribu. Atau, coba nabung di BMT (Baitul Maal wat Tamwil) atau ikut usaha bareng di majelis taklim. Mulai kecil nggak masalah, yang penting konsisten.

Menikmati hidup itu wajar. Tapi jangan sampai kebiasaan kecil yang kita anggap sepele justru jadi jebakan keuangan di masa depan. Yuk, lebih bijak ngatur uang biar nggak cuma selamat di dunia, tapi juga di akhirat.