Siapa bilang lulusan pesantren cuma bisa berdakwah atau jadi guru ngaji? Faktanya, Larasati Dyah Utami, akrab disapa Laras udah buktiin kalau santri juga bisa jadi wartawan yang kerap meliput ke luar negeri. Alumni Pondok Pesantren Gadingmangu, Jombang, Jawa Timur ini, berprofesi menjadi wartawan desk internasional, yang mengantarkannya liputan hingga berbagai negara.
Enam tahun mondok sekaligus sekolah di SMP dan SMA Budi Utomo yang ada di bawah naungan Pondok Pesantren Gading Mangu bukan hal yang sia-sia buat Laras. Di pesantren, ia digembleng dengan 29 karakter luhur: mulai dari jujur, amanah, mandiri, sampai kepemimpinan. Nilai-nilai itu ternyata jadi bekal kuat saat ia masuk ke dunia kerja.
Selama mondok, Laras bercerita, dia diajarkan untuk selalu berperilaku baik di manapun berada. Seperti yang diungkapkan falsafah Jawa papan, empan, adepan yang mengajarkan prinsip keluwesan, kesadaran sosial, empati, dan keseimbangan dalam bersikap, bertutur kata, serta bertindak.
“Jadi mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi sudah ada jadwal, kapan sekolah, kapan solat, mengaji, kapan kami harus beramal sholih, membersihkan kamar, lingkungan pondok dan sebagainya. Kami diajarkan untuk menghargai waktu dan menghargai sekitar kami, baik itu teman, guru, pengurus pondok, maupun warga sekitar,” kenang perempuan kelahiran Jakarta itu.
Lulus dari sekolah menengah, Laras melanjutkan studi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Tangerang, Banten, dan mendapat gelar sarjana S1 di bidang ekonomi. Namun, ketertarikannya justru jatuh pada dunia jurnalistik, setelah ia mengikuti pelatihan jurnalistik bersama LDII News Network (LINES) di tahun 2018.
Laras mulai karier jurnalistiknya di Tribunnews tahun 2019, fokus di liputan politik, hukum, dan isu humaniora. Masa pandemi jadi momen bersejarah, karena ia ikut menyampaikan informasi penting dari pemerintah ke masyarakat. “Buat saya, itu kayak amal jariyah. Ilmu yang kita tulis bisa bermanfaat buat orang banyak,” katanya.
Kerja keras itu akhirnya terbayar. Tahun 2022, Laras meraih Adam Malik Award (AMA) dari Kementerian Luar Negeri sebagai Jurnalis Media Online Terbaik. “Jujur nggak nyangka banget, apalagi usia karier saya masih seumur jagung. Tapi penghargaan ini jadi pengingat untuk terus jaga integritas,” ucapnya.
Setelah empat tahun di Tribunnews, Laras gabung ke Rakyat Merdeka di tahun 2023. Dari sini, pintu internasional terbuka lebih lebar. Ia mulai dipercaya meliput isu-isu global dan bahkan terpilih mewakili Indonesia dalam program jurnalis internasional.
Kesempatan emas datang pada Juni 2025, ketika Laras terpilih mewakili Indonesia dalam program jurnalis Asia Tenggara yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri Jepang. Bersama enam jurnalis dari Malaysia, Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, dan Filipina, ia menjelajahi Tokyo, Osaka, hingga Hiroshima selama sembilan hari.
Ia berkesempatan meliput langsung suasana Osaka-Kansai Expo 2025, pameran dunia di pulau buatan Yumeshima. Selain itu, kunjungan ke Hiroshima memberi pengalaman mendalam tentang sejarah dan perdamaian dunia. “Berdiri di Hiroshima Peace Memorial Park adalah momen yang bikin merinding. Rasanya saya benar-benar diingatkan tentang arti perdamaian dan tanggung jawab jurnalis untuk menyuarakannya,” ungkapnya.

Selain itu, pengalaman berinteraksi dengan jurnalis ASEAN lain juga jadi highlight. Tukar pandangan tentang isu global bikin Laras makin sadar bahwa profesi jurnalis bukan sekadar menulis berita, tapi juga bagian dari diplomasi antarbangsa.
Tak hanya Jepang, Laras juga pernah mengikuti Indonesia Next Generation Journalist Network di Korea pada 2023. Program yang di inisiasi Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) itu mengajak 13 jurnalis Indonesia untuk mendalami budaya Korea di Seoul dan Busan.
Di sana, mereka nggak cuma jalan-jalan, tapi juga belajar langsung dari media lokal, akademisi, dan komunitas. Mulai dari demokrasi, hubungan Indonesia-Korea, sampai dinamika masyarakat modern. “Buat saya, Korea itu pengalaman yang membuka mata. Selama ini kita kenal lewat drama dan K-pop, tapi ternyata banyak hal yang bisa dipelajari tentang bagaimana mereka menjaga budaya sekaligus maju secara global,” jelasnya.
Laras mengaku, pendidikan pesantren sangat berpengaruh pada kariernya. Di Pondok Gading Mangu, ia dibekali prinsip “Bener, Kurup, Janji”: benar artinya jujur dalam pekerjaan, kurup berarti sesuai antara usaha dan hasil, janji berarti menepati kesepakatan.
Selain itu, 29 karakter luhur seperti jujur, amanah, mandiri, dan kepemimpinan masih ia pegang erat hingga kini. “Di Korea, saya melihat bagaimana masyarakatnya begitu disiplin, terutama soal ketepatan waktu dan etos kerja. Itu sangat menginspirasi, dan saya merasa nilai kedisiplinan yang saya bawa dari pesantren jadi sangat relevan,” jelasnya.
Bagi Laras, prestasi bukan cuma soal penghargaan. “Cukup dengan nggak mengecewakan diri sendiri, orang tua, dan orang lain, itu udah prestasi. Kalau bisa bikin bangga banyak orang, itu bonus,” ucapnya.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga nama baik diri, agama, bangsa, maupun almamater. “Dimanapun kita berada, jangan lupa tujuan kita sebagai manusia adalah beribadah. Jangan remehkan hal kecil, karena bisa jadi hal kecil itu yang berdampak besar di masa depan,” pungkas nya.
Pesantren, menurut Laras bukan batasan. Justru jadi fondasi karakter yang bikin anak muda siap bersaing di level dunia. “Santri juga bisa kok, berdiri sejajar di panggung global. Yang penting, pegang nilai-nilai yang diajarkan dan jangan pernah lelah belajar,” katanya.
Larasati Dyah Utami membuktikan kalau jalan sukses itu banyak. Dari pesantren ke dunia jurnalistik, dari Gading ke Jepang, Laras menunjukkan bahwa anak muda Indonesia punya potensi besar untuk bersinar di kancah internasional. Pertanyaannya sekarang, giliran kamu kapan?
Leave a Reply
View Comments