Ilustrasi: (FREEPIK/JANNOON028)

Bukan AI, Inilah Teknologi Paling Ajaib: Otak Manusia

Oleh Fitri Utami

Coba pejamkan mata sejenak, lalu bayangkan kamu sedang berdiri di tengah kota sibuk—lampu merah berkedip, suara klakson bersahut-sahutan, aroma kopi dari kafe di pojok jalan menguar samar. Tanpa kamu sadari, otakmu sedang memproses semuanya: cahaya, suara, bau, perasaan cemas, juga keputusan—apakah kamu harus menyeberang atau tidak.

Dalam waktu sepersekian detik, otakmu membuat jutaan keputusan mikro yang menyelamatkanmu dari bahaya, membantumu menavigasi ruang, bahkan menghidupkan ingatan masa kecil hanya karena aroma kopi tadi. Semua itu terjadi dalam sunyi, dalam jaringan rumit sekitar 86 miliar neuron yang tak pernah benar-benar berhenti bekerja.

Para ilmuwan menyebut otak sebagai struktur paling kompleks di alam semesta, bahkan lebih rumit dari galaksi mana pun yang pernah kita temukan. Dan hingga hari ini, bahkan superkomputer tercanggih buatan manusia pun belum mampu meniru sebagian kecil dari cara otak manusia belajar, menyimpan ingatan, dan menciptakan makna.

Apa yang membuat otak begitu istimewa?

Pertama, kemampuannya untuk berubah. Neuroplastisitas adalah istilah yang menjelaskan betapa otak kita terus beradaptasi: saat kamu belajar bahasa baru, memaafkan kesalahan orang lain, atau sekadar melatih motorik lewat olahraga, otakmu sedang menyusun ulang jaringannya—membangun koneksi baru, memperkuat jalur lama, dan menghapus hal yang tak lagi berguna.

Kedua, efisiensinya. Otak hanya mengonsumsi sekitar 20 persen dari total energi tubuh, namun bisa memproses lebih dari sejuta informasi sensorik dalam satu waktu. Dalam kondisi optimal, ia bisa membuat keputusan lebih cepat daripada AI tercepat, karena bukan hanya logika yang bekerja, tapi juga intuisi, emosi, dan pengalaman hidup.

Ketiga, dan mungkin yang paling penting: kesadarannya. Otak bukan hanya mesin pemroses data. Namun juga tempat lahirnya empati, cinta, moralitas, dan niat baik. Kita tidak hanya berpikir, tapi juga merasa. Kita tidak hanya mengingat, tapi juga merenung. Dan di sanalah letak keistimewaan manusia.

Pada era AI yang makin canggih, banyak yang mulai membandingkan otak dengan algoritma. Tapi perbandingan itu akan selalu timpang. Karena otak kita bukan produk rekayasa, melainkan hasil ciptaan Tuhan, dengan kompleksitas dan keindahan yang melampaui imajinasi manusia.

Bagi generasi muda, mengenal keajaiban otak bukan sekadar pelajaran Biologi, tapi pengingat. Bahwa di dalam kepala kita, tersimpan potensi tak terbatas. Bahwa setiap ide, empati, karya, dan perubahan besar… berawal dari sinyal kecil yang menyala di antara dua neuron.

Dan tugas kita, sebagai manusia yang diberi akal, adalah menjaganya, mengasahnya, dan mengarahkannya untuk kebaikan. Karena mungkin saja, masa depan umat manusia tak akan ditentukan oleh kecanggihan AI, melainkan oleh satu keputusan bijak yang lahir dari otak dan hati nurani seorang anak muda. Seperti kamu.

Karena pada akhirnya, otak manusia bukan hanya mesin pikir, namun juga sumber segala kemungkinan. Dari sanalah lahir teknologi, seni, peradaban, dan harapan. Maka, sebelum kita sibuk menciptakan dunia yang lebih canggih, pastikan dulu kita memahami dan memaksimalkan anugerah paling canggih yang sudah kita miliki sejak lahir: otak kita sendiri.