Kepemimpinan ideal di era digital. Gambar: Generus

Murup lan Muni: Jadi Pemimpin Kece di Era Digital

oleh Budi Muhaeni

Sobat Generus, di tengah gempuran algoritma dan update teknologi yang gak ada habisnya, pernah gak sih kepikiran, “Sebenernya jadi pemimpin zaman sekarang itu kayak gimana sih?” Dulu, ngobrol itu ya tatap muka langsung, suara beneran kedengeran. Sekarang? Udah beda banget! Kita bisa komunikasi lewat suara, tulisan, gambar, video, dan semua itu nyebrang batas geografis pake macem-macem medsos. Ini nih yang bikin era kita beda banget dari yang dulu.

Nah, di dunia kepemimpinan, perubahan ini bikin kita harus mikir lebih dalem lagi. Intinya, pemimpin itu tugasnya ngebimbing dan ngasih inspirasi, tapi sekarang, skill komunikasi kita harus makin jago dan kompleks.

Aku jadi inget filosofi Jawa yang dalem banget: “murup lan muni (menyala dan bersuara). Ini bukan cuma pepatah biasa, tapi kayak panggilan buat action. Artinya, setiap perjuangan dan misi seorang pemimpin itu harus nyampe ke tujuan yang dicita-citakan.

“Murup” itu nyala. Kenapa api? Karena api itu terang, kelihatan, dan nyebar. Ini ngajarin kita kalo setiap proses dan hasil kerja pemimpin itu perlu disiarin, disebarin, biar banyak orang tau, banyak orang ngerasain kalo ada usaha nyata, ada dedikasi. Intinya, ini tentang gimana kita bisa kelihatan dan ngasih inspirasi.

Terus ada, “muni” itu bersuara. Ini bukan berarti teriak-teriak ya, tapi menyampaikan. Proses dan hasil kerja itu perlu disuarain, disampein ke siapa aja yang berkepentingan. Bisa lewat omongan langsung, atau tulisan yang bermakna. Tujuannya biar pesannya nyampe, dipahami, dan bikin orang lain bergerak.

Di sinilah peran medsos modern jadi superrelevan. TikTok, YouTube, grup chat kayak WhatsApp sama Telegram – semuanya itu kanvas baru buat “murup lan muni”. Gampang banget sekarang buat pemimpin buat nyalain obor informasinya (murup) dan nyuarain visinya (muni) ke lebih banyak orang dari sebelumnya.

Contoh nyatanya? Coba liat gubernur di Indonesia yang sering banget pake akun medsosnya. Dia rutin ngebagiin video progres pembangunan (murup) dan ngejelasin langsung lewat live streaming tentang kebijakan baru yang ngaruh ke masyarakat (muni). Aksi kayak gini gak cuma bikin transparan, tapi juga ngebangun kepercayaan dan partisipasi publik. Contoh lain, CEO perusahaan teknologi yang aktif ngebagiin pandangannya tentang tren industri di LinkedIn (murup) dan sering ngadain sesi tanya jawab online sama karyawannya (muni). Ini nunjukin kepemimpinan yang adaptif dan komunikatif di era digital.

Tapi, cukup gak sih cuma jago medsos? Jelas enggak! Ada skill kepemimpinan esensial yang penting banget, dan ini juga didukung sama penelitian terbaru dari Center for Creative Leadership (2014) di publikasi mereka “The Fundamental 4: Core Leadership Skills for Every Career.” Dari sini, aku ngeliat gimana fondasi kepemimpinan itu dibangun, jauh lebih dari sekadar eksis di dunia digital.

Pertama, kesadaran diri (Self-Awareness). Gimana kita mau mimpin orang lain kalo mimpin diri sendiri aja belum bisa? Ini poin penting banget, kita harus paham siapa diri kita, apa kekuatan dan kelemahan kita, dan gimana kehadiran kita ngaruh ke orang lain. Tanpa ini, “murup lan muni” bisa jadi cuma rame doang tanpa isi, kayak gema kosong di tengah hiruk pikuk digital.

Selanjutnya, berkomunikasi (Communication). Ini lebih dari sekadar ngirim pesan. Ini tentang seni nyampein informasi dan ide secara konsisten, ngebangun jembatan pemahaman. Ini kunci sukses yang paling vital, karena visi dan misi, sebagus apa pun, gak bakal terwujud kalo gak nyampe. Di sinilah “muni” bener-bener terwujud di dunia digital, butuh ketelitian dan strategi di setiap kata dan gambar yang kita bagi.

Terus, mempengaruhi (Influence). Pemimpin itu gak cuma nyampein, tapi juga bikin orang bergerak. Mempengaruhi itu tentang gimana visi dan tujuan kita bisa nyelarasin usaha orang lain, ngebangun komitmen, dan bikin resonansi di semua tingkatan. Di sinilah “murup” jadi lebih dari sekadar kelihatan, tapi juga daya tarik yang ngajak partisipasi, kayak magnet yang narik hati dan pikiran.

Terakhir, dan mungkin yang paling penting di tengah arus perubahan ini, adalah

Siap belajar (Learning Agility). Dunia gak pernah berhenti muter, begitu juga pemimpin. Kita harus terus-terusan belajar, nyari pengalaman baru buat ngembangin diri, berani ngakuin perilaku yang perlu diperbaiki, dan bertanggung jawab penuh atas setiap langkah. Ini yang bikin “murup lan muni” kita gak pernah pudar, tapi terus beradaptasi dan berkembang, biar kita tetap relevan di setiap perubahan.

Jadi, aku sadar banget kalo strategi perjuangan seorang pemimpin sekarang udah berubah dan berkembang pesat. Ini bukan cuma tentang adaptasi, tapi transformasi. Kita harus nyadarin perubahan ini, paham dengan sepenuh hati, nguasain skill-skill baru yang penting kayak yang digarisbawahi Center for Creative Leadership, dan terus manfaatin setiap peluang yang ada.

“Murup lan muni” itu bukan lagi cuma tentang kata dan api, tapi tentang gimana kita nyalain inspirasi dan nyuarain dampak di tengah gelombang digital. Dengan kesadaran diri, komunikasi yang handal, pengaruh yang kuat, dan semangat belajar yang gak pernah padam. Inilah jalan seorang pemimpin di masa kini!

Makanya, di tengah riuhnya dunia digital, yuk kita jangan cuma “nongol” doang, tapi bener-bener “nyala” dan “nyuarain” nilai-nilai kepemimpinan yang bijaksana dan ngebangun!.