Sobat Generus! Di usia 19 tahun, umumnya kalian yang baru lulus SMA akan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yakni kuliah. Dan ketika masuk dunia perkuliahan, tentu harus beradaptasi dulu dong dengan lingkungan kampus, sambil bikin vlog “a day in my campus”, iya apa iya hehehe
Beda cerita dengan Dava Adila Syuaib. Ia berhasil menyabet gelar sebagai lulusan termuda di usia 19 tahun , 10 bulan, 23 hari dari Fakultas Kedokteran di Universitas Padjadjaran (Unpad) pada 5-7 Agustus 2025.
“Alhamdulillah, merasa senang dan tidak menyangka bisa menjadi lulusan termuda. Dan terpenting, ini merupakan hasil yang mampu saya berikan kepada keluarga. Karena motivasi saya lulus lebih cepat ialah karena ingin membahagiakan orang tua saya,” ungkap Dava.
Perjalanan akademik Dava cukup unik, ternyata dirinya telah mengikuti jalur pendidikan akseleratif sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Jadi nggak kaget kalau di perkuliahan ini, ia bisa lulus dua tahun lebih cepat dari mahasiswa lainnya.
Dava bercerita, dirinya tidak memiliki strategi belajar secara khusus, hanya saja ia membiasakan diri untuk melatih fokus dan menghindari distraksi. Menurutnya, banyak loh yang keliru soal strategi belajar.
“Saya menyukai teknik manajemen waktu yang memang dirancang untuk meningkatkan fokus dan produktivitas. Tapi yang menjadi kunci bukan di metodenya, melainkan diri kita sendiri. Kalau dari kitanya tidak disiplin, metode apapun juga tidak akan berhasil,” jelas Dava.
Tak hanya unggul dalam bidang akademik saja, namun bidang non akademik pun dilakoni. Dava tercatat pernah menjabat di Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia dan BEM Fakultas Kedokteran Unpad. Baginya, aktif dalam berorganisasi itu sarana menambah pengalaman dan jaringan, sesuatu yang mungkin tidak akan dirinya dapat kalau hanya sibuk belajar di dalam kelas.
Di luar kampus, Dava juga aktif dalam ikut menyuarakan aspirasi mahasiswa. Salah satu pencapaiannya tuh, ketika ia berhasil menyampaikan aspirasi masyarakat bidang kesehatan secara langsung kepada DPR RI, khususnya Komisi IX.
“Hal itu menjadi momen yang sangat mengesankan bagi saya. Sebagai Mahasiswa, kita adalah agent of change. Mampu menyampaikan aspirasi ke pembuat kebijakan merupakan tanggung jawab dan kehormatan besar,” ujar Dava.
Berbicara mengenai jurusan yang dirinya pilih. Menurutnya, ilmu kedokteran yang terkenal njlimet itu merupakan tantangan terbesar selama kuliah. Para mahasiswa dituntut untuk benar-benar berkonsentrasi dalam belajar.
Tapi belajar sambil menatap buku dan jurnal, bosan juga. “Maka dari itu, saya selalu mengawali dengan melakukan hal-hal kecil seperti merapikan kamar atau meja belajar. Karena suasana yang nyaman bisa memicu semangat untuk mengerjakan hal yang lebih besar,” ujar Dava.
Dava berharap bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan S2 atau S3 melalui jalur beasiswa sekaligus publikasi ilmiah bereputasi tinggi. Perihal spesialisasi, dirinya memilih menunggu hingga masa koas untuk menentukan bidang klinis yang paling sesuai dengan minatnya. “Yang pasti, calon dokter di era sekarang harus melek digital tanpa kehilangan sentuhan kemanusiaan,” jelas Dava.
“Contohnya, pasien sering datang dengan informasi yang mereka cari di internet atau AI (akal ilmiah). Itu memang membantu, tapi tidak bisa menggantikan pemeriksaan langsung seperti palpasi (pemeriksaan fisik menggunakan indera peraba, jari dan tangan) atau auskultasi (pemeriksaan medis menggunakan stetoskop untuk mendeteksi adanya kelainan atau penyakit). Dokter harus mampu menjembatani antara informasi digital dengan ilmu klinis yang tepat,” paparnya.
Keren banget yah Kak Dava, menjadi lulusan termuda di bidang kedokteran lagi. Siapa disini yang mau ikuti jejak seperti kak Dava, kuncinya konsisten dan disiplin sama diri sendiri, dan ingat ridhonya orang tua itu ridho Allah juga. Terus semangat dan jangan pantang menyerah sama mimpi-mimpi kalian saat ini maupun yang akan datang
Leave a Reply
View Comments